BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Administrasi Negara dan Hukum
Tata Pemerintahan itu meliputi segala sesuatu mengenai pemerintahan,yakni
seluruh aktivitas pemerintah yang tidak termasuk pengundangan dan peradilan.
Hukum Administrasi Negara/Hukum
Tata Pemerintahan itu mempunyai obyek:
1. Sebagian hukum mengenai hubungan hukum antara
alat perlengkapan negara yang satu dengan alat perlengkapan negara yang lain.
2. Sebagian aturan hukum mengenai hubungan
hukum,antara perlengkapan negara dengan perseorangan privat.
Maka pengertian Hukum Administrasi
Negara yang luas terdiri atas 3 unsur yaitu:
1. Hukum Tata Pemerintahan, yakni Hukum Eksekutif atau Hukum Tata
Pelaksanaan Undang-undang; dengan perkataan lain Hukum Tata Pemerintahan ialah
hukum mengenai aktivitas-aktivitas kekuasaan eksekutif(kekuasaan untuk
melaksanakan Undang-undang).
2. Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni hukum tata pengurusan rumah tangga
negara
3. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat, rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan statistik, tatacara penyimpanan berit acara, pencatatan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk, publikasi, penerbitan-penerbitan negara.
Dari uraian-uraian tentang hukum administrasi negara/ hukum tata
pemerintahan/ hukum tata usaha negara diatas, agar lebih mengetahui tentang
sejarah HAN, desentralisasi dan dekonsentrasi, kedudukan dan kewenangan
lembaga-lembaga pemerintahan daerah serta pemilihan pemerintah daerah dan
sebagai tugas penulis mengambil judul makalah tentang “Hubungan antara
Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah hukum administrasi negara?
2. Apakah desentralisasi dan dekosentrasi?
3.
Bagaimana
Kedudukan dan Kewenangan Lembaga-lembaga Pemerintahan Daerah?
4. Bagaimana Pemilihan Pemerintah Daerah?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa maksud dan tujuan
sebagai berikut :
1.
Mendeskripsikan
tentang sejarah hukum administrasi negara.
2.
Mendeskripsikan
tentang desentralisasi dan dekonsentrasi.
3.
Mendeskripsikan
tentang kedudukan dan kewenangan lembaga-lembaga pemerintahan daerah.
4.
Mendeskripsikan
tentang pemilihan pemerintahan daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Hukum Administrasi Negara
Pada awalnya, Penggunaan istilah
Hukum Administrasi Negara (HAN) sedikit banyak dipengaruhi oleh
Keputusan/Kesepakatan pengasuh mata kuliah Fakultas Hukum pada pertemuan di
Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. Sebelum itu, dalam kurikulum minimal tahun
1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30 Desember 1972
No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan. Meskipun istilah Hukum Tata
Pemerintahan tercantum dalam SK tersebut diatas, namun dalam kenyataan
penggunaan istilah itu oleh beberapa fakultas hukum terutama fakultas hukum
universitas negeri (yang kemudian diikuti juga oleh berbagai fakultas hukum
universitas swasta) tidak seragam. Istilah-istilah yang beranekaragam itu
adalah: Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Administrasi
Negara.
Dalam arti sempit, administrasi
negara adalah kegiatan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. karena hukum administrasi negara sangat berkaitan
erat dengan pemerintahan. Dalam arti
luas, administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan
politiknya.
Pada tanggal 29 Desember tahun 1986
telah disahkan dan diundangkan Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Lahirnya UU ini telah memberikan penghargaan tersendiri bagi
hukum administrasi. Namum pada dasarnya pengaruh konsep
negara kesejahteraan di Indonesia dapat dilihat sejak zaman Hindia Belanda pada
tahun 1870, Hukum Administrasi Negara juga telah ada. Hindia Belanda saat itu
hanya mempunyai 4 departemen, yaitu : departemen dalam negeri, departemen
penajaran, departemen pekerjaan umum, dan depertemen keuangan.
Menurut Bintarto Tjokromidjojo,[1]
sebelum tahun 1945 ketika bangsa Indonesia hidup dalam penjajahan, bangsa
Indonesia tidak diberi kesempatan untuk ikut serta dalam Administrasi Negara.
Pada masa penyusunan naskah UUD 1945 Muhammad Hatta mengembangkan konsep negara
kesejahteraan dengan istilah negara pengurus untuk merumuskan pasal 33 UUD
1945, yaitu : tentang demokrasi ekonomi.
Pada masa sekarang kegiatan negara
pengurus tersebut, seperti pendidikan, kesehatan pembangunan perekonomian dan sebagainya tidak hanya dilakukan oleh
pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta, seperti : pembangunan rumah sakit,
pembangunan sekolah dan sebagainya. Perkembagan negara kesejahteraan sebenarnya
juga terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu :
-
Hak
mengembangkan diri, pasal 28C ayat 1
-
Hak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, pasal
28C ayat 1
-
Hak untuk
memajukan diri dan memperjuangkan secara kolektif, pasal 28C ayat 2
-
Hak untuk
mendapat pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yand adil serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adildan layak dalam hubungan kerja, pasal
28D ayat 1
-
Hak untuk
bekerja dan memperoleh imbalan yang adil dalam hubungan kerja, pasal 28D ayat 2
-
Hak status
kewarganegaraan, pasal 28D ayat 4.
Hak-hak sosial tersebut dapat
terlaksana apabila para aparatur negara memiliki komitmen dan kesungguhan untuk
melaksaknanya.
B.
Desentralisasi dan Dekonsentrasi
1.
Desentralisasi
Pengertian desentralisasi menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda) Pasal 1 angka 7 yang menyebutkan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Desentralisasi menurut C.S.T. Kansil adalah asas
yang menyatakan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat
atau dari Pemerintah Daerah tingkat yang lebih tinggi kepada Pemerintah Daerah
tingkat yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu.
Dengan demikian, prakarsa, wewenang, dan tanggung jawab mengenai urusan-urusan
yang diserahkan tadi sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah itu, baik
mengenai politik kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai
segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaannya adalah perangkat daerah
sendiri.[2]
Dari pengertian-pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa desentralisasi dipahami bahwa otonomi daerah
merupakan bagian yang melekat dari implementasi sistem desentralisasi. Dalam
suatu negara yang menganut kebijakan desentralisasi, ditandai dengan adanya
penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang sebelumnya menjadi kewenangan
pusat untuk menjadi kewenangan daerah.
Tujuan desentralisasi ialah agar
penyelenggaraan pemerintah di daerah lebih disesuaikan dengan keadaan daerah
masing-masing. Dalam rangka desentralisasi dibentuk negara otonom. Dalam rangka
desentralisasi daerah otonom berada diluar hierarki organisasi pemerintahan
pusat. Desentralisasi menunjukkan pola hubungan kewenangan antara organisasi
dan bukan pula hubungan kewenangan intraorganisasi.[3]
Adapun proses penyerahan wewenang kepada
daerah dalam UU Pemerintahan Daerah yang pernah berlaku dapat dilakukan melalui
dua cara :
1.
Penyerahan
penuh, artinya baik tentang asas-asasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang
caranya menjalankan kewajibannya (pekerjaan) yang diserahkan itu, diserahkan
semuanya kepada daerah (hak otonom).
2.
Penyerahan
tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya menjalankan saja,
sedangkan asas-asasnya (prinsip-prinsipnya) ditetapkan oleh pemerintah pusat
sendiri (hak medebewind).
Dengan terbentuknya daerah otonom dan
terjadinya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom,
tidak berarti bahwa daerah otonom sudah terlepas dari pengawasan Pemerintah
pusat. Pemrintah pusat tetap memiliki akses untuk melakukan pengawasan dalam
pelaksanaan pemerintah daerah. Pengawasan merupakan “pengikat” kesatuan, agar
bandul kebebasan berotonomi tidak bergerak begitu jauh sehingga mengurangi
bahkan mengancam kesatuan.
2. Dekonsentrasi
Pengertian dekonsentrasi dalam UU
No. 32 Tahun 2004 terdapat pada Pasal 1 angka 8 yang berbunyi “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.”
Pengertian
dekonsentrasi menurut para ahli adalah sebagai berikut. Menurut Philipus M.
Hadjon dekonsentrasi adalah penugasan kepada pejabat atau dinas-dinas yang
mempunyai hubungan hierarki dalam suatu badan pemerintahan untuk mengurus
tugas-tugas tertentu yang disertai hak untuk mengatur dan membuat keputusan.[4]
Adapun
E.Utrecht menyebut dekonsentrasi sebagai penyerahan kekuasaan membuat peraturan
kepada alat-alat administrasi negara pusat yang lebih di bawah (daripada
pemerintah).[5]
Dari
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dekonsentrasi adalah
pelimpahan kekuasaan secara vertikal di wilayah tertentu seperti pemerintah
kepada gubernur.
Dasar pertimbangan dan tujuan
diselenggarakannya asas dekonsentrasi, yaitu :
a.
Terpeliharanya
keutuhan NKRI.
b.
Terwujudnya
pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah.
c.
Terwujudnya
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan di
daerah.
d.
Teridentifikasinya
potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya daerah.
e.
Tercapainya
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, serta pengelolaan
pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum masyarakat.
f.
Tercapainya
komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem administrasi
NKRI.[6]
Ruang lingkup dekonsentrasi dan
tugas pembantuan mencakup aspek penyelenggaraan, pengelolaan dana,
pertanggungjawaban dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta
sanksi.[7]
Penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan dalam Pasal 8 Peraturan
Pemerintahan Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (PP
7/2008), meliputi:
a.
Pelimpahan
urusan pemerintahan.
b.
Tata cara
pelimpahan.
c.
Tata cara
penyelenggaraan.
d.
Tata cara
penarikan pelimpahan.
Pengelolaan dana dekonsentrasi
dalam Pasal 8 PP 7/2008 meliputi :
a.
Prinsip
pendanaan.
b.
Perencanaan
dan penganggaran.
c.
Penyaluran dan
pelaksanaan.
d.
Pengelolaan
barang milik negara hasil pelaksanaan dekonsentrasi.
Pertanggungjawaban dan pelaporan
dekonsentrasi dalam Pasal 8 PP 7/2008 meliputi:
a.
Penyelenggaraan
dekonsentrasi.
b.
Penyelenggaraan dana dekonsentrasi.
C.
Kedudukan dan Kewenangan Lembaga-lembaga Pemerintahan Daerah
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD.[8]
1. Kepala Daerah
Pasal 3 ayat (2) UU Pemda menetapkan, Pemerintah daerah terdiri atas kepala
daerah dan perangkat daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur,
untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut wali kota.
-
Kedudukan
Kepala Daerah
Kedudukan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memegang peran penting dalam menentukan
suatu keputusan publik. Agar keputusan publik di dukung oleh masyarakat dan
berpihak kepada kepentingan publik maka :
a. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus
dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga Kepala Daerah terpilih memiliki
dukungan yang luas dari rakyat.
b. Perumusan kebijakan publik disusun secara
partisipatif dan transparan.
c. Memiliki akuntabilitas publik yang jelas.
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Perda;
c. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
-
Kedudukan
DPRD
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.[11]
DPRD memiliki fungsi:[12]
1. legislasi yang diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama
kepala daerah.
2. anggaran yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama
pemerintah daerah.
3. pengawasan yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, perda, keputusan kepala daerah dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah.
-
Kewenangan
DPRD
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan
kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama
internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala
daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap
rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sana internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i.
membentuk
panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j.
melakukan
pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan
dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
D.
Pemilihan Pemerintah Daerah
Pemilihan kepala daerah merujuk pada UUD 1945
pada Pasal 18 ayat (4) menyatakan, “Gubernur, Bupati, Wali Kota
masing-masing sebagai kepala daerah kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota
dipilih secara demokratids”. Ketentuan
ini selanjutnya dituangkan dalam Pasal 56 ayat (1) UU Pemda yang menyatakan: “Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.”
Sebagaimana telah dijelaskan tentang
pemilihan kepala daerah dalam Pasal 57 UU Pemda:
(1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD
yang bertanggungjawab kepada DPRD.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.
(3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan
tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.
(4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5
(lima) orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga)
orang untuk kecamatan.
(5) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota
untuk ditetapkan oleh DPRD.
(6) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), panitia
pengawas kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur yang lainnya.
(7) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk
oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan laporannya.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
-
sejarah
hukum administrasi negara
Pada awalnya,
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN) sedikit banyak dipengaruhi
oleh Keputusan/Kesepakatan pengasuh mata kuliah Fakultas Hukum pada pertemuan
di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. Sebelum itu, dalam kurikulum minimal tahun
1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30 Desember 1972
No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan. Meskipun istilah Hukum Tata
Pemerintahan tercantum dalam SK tersebut diatas, namun dalam kenyataan
penggunaan istilah itu oleh beberapa fakultas hukum terutama fakultas hukum
universitas negeri (yang kemudian diikuti juga oleh berbagai fakultas hukum
universitas swasta) tidak seragam. Istilah-istilah yang beranekaragam itu
adalah: Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Administrasi
Negara.
Pada tanggal
29 Desember tahun 1986 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang No. 5 tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lahirnya UU ini telah memberikan
penghargaan tersendiri bagi hukum administrasi.
-
desentralisasi
dan dekosentrasi
Desentralisasi menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda) Pasal 1 angka 7 yang menyebutkan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Sedangkan pengertian
dekonsentrasi dalam UU No. 32 Tahun 2004 terdapat pada Pasal 1 angka 8 yang
berbunyi “Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.”
-
Kedudukan
dan Kewenangan Lembaga-lembaga Pemerintahan Daerah
Kedudukan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah memegang peran penting dalam menentukan suatu keputusan publik.
Agar keputusan publik di dukung oleh masyarakat dan berpihak kepada kepentingan
publik. Kewenangan Kepala Daerah adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan
daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, menetapkan Perda
yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, mengupayakan terlaksananya
kewajiban daerah, dan lain-lain.
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kewenangan DPRD adalah membahas dan
menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah, melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya,
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah,
memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah, dll
-
Pemilihan
Pemerintah Daerah
Pemilihan
kepala daerah merujuk pada UUD 1945 pada Pasal 18 ayat (4) menyatakan, “Gubernur,
Bupati, Wali Kota masing-masing sebagai kepala daerah kepala daerah provinsi,
kabupaten dan kota dipilih secara demokratids”. Ketentuan ini selanjutnya
dituangkan dalam Pasal 56 ayat (1) UU Pemda yang menyatakan: “Kepala daerah
dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil.”
DAFTAR PUSTAKA
Tjokromidjojo, Bintarto. 1965. Perkembangan Ilmu Administrasi Negara. Jakarta : Departemen
Urusan Research Nasional R.I
C.S.T. Kansil. 2002. Pemerintahan
Daerah di Indonesia: Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Sinar Grafika
E.Utrecht. 1993. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia. Yogyakarta : Liberty
Juniarto. Perkembangan Pemerintahan Lokal. Jakarta : Melton Putra
M. hadjon, Philipus.
1993. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada
University press
Triwulan Tutik, Titik. 2011. Hukum TUN dan Hukum Acara Peradilan TUN. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
http://www.kemendagri.go.id/news/2006/05/05/tatacara-dan-mekanisme-pemilihan-kepala-daerah-dan-wakil-kepala-daerah-oleh-direktur-jenderalotonomi-daerah-departemen-dalam-negeri.
Diakses tanggal 29 mei 2015 pkl. 21.00 wib
[1] Bintarto Tjokromidjojo, Perkembangan Ilmu Administrasi Negara. (Jakarta : Departemen
Urusan Research Nasional R.I., 1965), hal 16.
[2] C.S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di
Indonesia: Hukum Administrasi Negara, (Jakarta:Sinar
Grafika, 2002), hal.3.
[4] Philipus M. hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
(Yogyakarta:Gajah Mada University press, 1993) hal. 112.
[5] E.Utrecht, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah
di Negara Republik Indonesia, (Yogyakarta:Liberty,
1993), hal.120.
[6] Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 7
Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
[12] Titik Triwulan Tutik, Hukum TUN dan Hukum
Acara Peradilan TUN, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Hal.245.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar